Monday, April 27, 2015

Transmisi HF/NVIS by YB1KO

Transmisi HF/NVIS
untuk cakupan jarak dekat dan sedang di band HF
by YB1KO Bam

Pengantar:

Bagi kebanyakan rekan sesama pengguna frekuensi, judul artikel ini barangkali terasa janggal, karena adagium yang lazim terdengar di antara mereka yang bekerja di band HF adalah: “bentangkan antena sepanjang dan setinggi mungkin, agar dapat menjangkau jarak sejauh mungkin!”
Adalah kenyataan bahwa di YB-land ini memang belum lazim untuk memanfaatkan band HF untuk menjalin komunikasi jarak dekat dan sedang, taruhlah dalam radius 0-400 Km dari asal pancaran (yang bisa diandaikan misalnya sebagai TKP dari terjadinya bencana); karena untuk cakupan dengan jarak segitu umumnya rekans lebih mengandalkan pancaran di band V/UHF, apalagi kalau di area yang hendak dicakup sudah tersedia jaringan repeaters.
Tulisan ini akan mengulas tentang pemanfaatan transmisi NVIS (Near Vertical Incidence Skywave) di band HF, yang setahu penulis selama ini masih kurang dimanfaatkan secara “sengaja dan maksimal” oleh rekans amatir di sini, walaupun dalam praktek sehari-hari banyak yang secara tidak sadar telah melakukannya. Di samping
memperkenalkan konsep HF/NVIS, tulisan ini juga dimaksudkan sebagai pengingat (reminder) bagi sesama rekan Amatir Radio dan Penulis sendiri akan tugas utama seorang Amatir Radio, yakni sebagai pelaksana dukungan komunikasi radio dan penyampaian berita pada saat terjadi marabahaya, bencana alam serta penyelamatan jiwa manusia dan harta benda, serta sebagai cadangan nasional di bidang telekomunikasi ■

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kenapa harus NVIS?

Dalam hal terjadi bencana, di mana BESAR KEMUNGKINAN nyaris semua infrastruktur dibidang (tele)komunikasi setempat lumpuh, ada beberapa kelebihan penggunaan transmisi HF/NVIS yang menjadikannya sebagai salah satu alternatip yang bisa dilakukan Amatir Radio dalam upaya mengembalikan fungsi komunikasi di dan dari kawasan yang sedang ditimpa bencana:

I INDEPENDENT
TIDAK tergantung pada keberadaan infra-stuktur telkom yang disediakan fihak lain (mis.: jaringan repeater, koneksi Internet dsb.)

II Kemudahan OPERASIONAL: ramah LOKASI, dapat dioperasikan dari berbagai jenis contour dan topografi tanah, mis. : tanah datar, berbukit, pegunungan kapur, lembah, pantai, berrawa-rawa dsb. Karena tidak memerlukan tiang/mast yang tinggi instalasi (dan operasi)- nya mudah dan bisa ditangani operatornya sendiri, tanpa harus mengandalkan bantuan orang lain.

III Kelebihan (Advantages) TEKNIS
1. Tidak ada SKIP-zone
2. Relatip bebas fading/QSB
3. Less QRN (relatip lebih bebas derau/noise, terutama man made noise yang kebanyakan berpolarisasi vertical)
4. Less QRM (relatip lebih bebas interfence dari sumber sinyal yang berada di luar area cakupan, terutama dari pancaran dengan low elevation angle)
5. Butir 3 dan 4 berarti S/N (signal-to-noise) ratio yang lebih baik
6. Meningkatnya S/N ratio memungkinkan dipakainya Perangkat alkom/XCVR dengan Power kecil = less Power, yang berarti penghematan enerji.
7. Less Power (6) = less complicated = LESS costly initial investment

Moda propagasi di band HF
• Free Space = LOS (Line of sight)
• Ground Wave : mengikuti garis lengkungan Bumi
• Pancaran Ionosferik:


I. Long Distance (DX) Sky Wave







II. NVIS (Near Vertical Incidence Sky Wave)



atau dalam diagram yang lebih disederhanakan terlihat sebagai berikut:



NVIS — Near-Vertical Incidence Skywave

Sebutan NVIS merujuk kepada pancaran (sinyal) radio di band HF, yang memancar dengan sudut pancaran (Take off atau Elevation Angle) yang nyaris tegak lurus (= near vertical), sehingga sinyal yang dipantulkan lapisan ionosfir jatuh kembali ke area yang berjarak sekitar 0-400 Km dari asal pancaran.

Dalam praktek sehari-hari, tergantung frekuensi atau band yang dipakai sering terjadi pada jam- jam tertentu jarak segitu tidak bisa diliput dengan baik karena adanya skip zone: area yang terlalu jauh untuk rambatan ground wave, tetapi belum cukup jauh atau masih terlalu dekat untuk menerima pantulan sky wave dari ionosfir.

Sejarahnya:

NVIS sudah dipakai sebagai backbone (tulang punggung) sistim komunikasi pasukan Nazi Jerman (yang memang mengandalkan komunikasi taktis di band HF) pada tahun-tahun menjelang dan selama Perang Dunia (PD)-II.

Pasca PD-II tehnik NVIS kemudian diadopsi dan dikembangkan (dengan sebutan Zenith Radiat- ion) oleh militer Uni Soviet.
Dengan kondisi geografis wilayah Uni Soviet (dan Blok Timur waktu itu) yang begitu luas (memben- tang dari pantai Atlantik di barat sampai ke pantai Pasifik di timur) komunikasi di band HF menjadi satu-satunya pilihan bagi sistim komunikasi mereka, baik di masa damai (jaringan pemerin- tahan) maupun di saat-saat ada clash militer (termasuk di era Perang Dingin, atau sampai tahun 80-an).

Di fihak lain, terlena dengan kemajuan di bidang komunikasi satelit di dasawarsa 50-60an, fihak Barat terutama AS seakan melupakan potensi sistim komunikasi di band HF untuk aplikasi militer -- dan baru tergerak untuk memanfaatkan NVIS di saat Perang Vietnam hampir berakhir (paruh kedua dasawarsa 70-an), sesudah melakukan serangkaian ujicoba di wilayah Vietnam dan Thailand.

Adalah Lt Col David M. Fiedler dari US Army Signal Corps yang di tahun 80an gigih memperjuangkan (advocating) agar HF/NVIS dimasukkan dalam doktrin dan pelatihan bagi pelaku sistim komunikasi militer AS.
… otherwise tactical commanders will be tied to LOS/line-of-sight communications and area system, which will not respond adequately to high-mobility battle situation
…[Army Communicator Magazine, Winter/Spring 1987]


HF/NVIS di lingkungan Amatir radio
Awal dekade 90-an Patricia Gibbons WA6UBE (SK) gencar sekali meng-sosialisasikan NVIS di lingkungan amatir, sampai kemudian artikel Mayor Edward J. Farmer (di lingkungan amatir lebih dikenal sebagai Ed Farmer, AA6ZM) di QST edisi January 1995 seolah “menyulut” boom penggunaan NVIS di lingkungan ARRL (tim-tim ARES/RACES), Satgaskom Salvation Army (Bala Keselamatan), unit-unit Emergency Communication Palang Merah, NGO dan sebagainya di AS.



Dengan menggunakan alkom yang kebanyakan berasal dari dump/surplus dinas militer, di tahun 90-an YL Patricia Gibbons WA6UBE (SK) gencar sekali meng- sosialisasikan HF/NVIS di lingkungan amatir radio di AS.

Di Indonesia, walaupun secara tidak sadar (atau tidak sengaja) ada juga amatir Indonesia yang menggunakan konsep NVIS dalam ber-QSO, pengetahuan tentang NVIS ini resminya baru diperkenalkan oleh Wyn Purwinto AB2QV di depan para peserta Temu Kangen Lintas Generasi dan Sarasehan Tehnis Murnajati 2006, yang diselenggarakan atas kerjasama ORARI Lokal-Lokal Gresik, Surabaya Selatan, Sidoarjo Baru dan Malang pada bulan Juli 2006 di Diklat DepKes di Murnajati, Lawang, Jawa Timur.

Parameter keberhasilan pancaran NVIS

Tergantung jarak yang hendak dicapai, tingkat keberhasilan dan efisiensi sebuah jaringan komunikasi radio selalu merupakan perpaduan antara pilihan yang tepat atas tiga faktor: Power Output (Po), pilihan Frekuensi dan Elevation (Take off) angle (untuk faktor ketiga ini ada yang menye- butkan sebagai Ketinggian Antena).
Dalam ber-NVIS, faktor yang paling menentukan adalah Elevation Angle atau Sudut Pancar, dan karena Sudut Pancar ini antara lain juga ditentukan oleh tinggi rendahnya posisi Feedpoint antena, maka syah-syah saja kalau ada yang menyebutkan bahwa tinggi rendahnya bentangan antenalah yang merupakan faktor penentu.




1. ELEVATION ANGLE: untuk mencakup liputan dalam radius 0 - 400 Km dari asal pancaran yang diperlukan adalah antena dengan Sudut Pancar yang tinggi (High Elevation Angle), nyaris mendekati 90".
Pengertian High Elevation angle dapat dianalogikan dengan apa yang terjadi kalau seseorang menyemprotkan (lewat slang) air ke langit-langit (plafond) kamar. Bertambah rendah sudut kemiringan semprotan, bertam- bah jauh pula jatuhnya air yang dipantulkan oleh langit-langit; sedangkan kalau slang diarahkan nyaris tegak lurus ke atas maka air seakan di kembalikan tidak jauh di seputar asal semprotan itu sendiri.

2. POWER OUTPUT/LEVEL: karena jarak yang harus di”jangkau” (dari titik asal pancaran sampai ke titik pantul di ionosfir) relatip lebih dekat (ketimbang jarak yang harus dijangkau sinyal dengan sudut pancar rendah), maka Power Level yang diperlukan untuk ber-NVIS relatip juga lebih kecil (ketimbang Power untuk sinyal dengan elevation angle yang rendah). 
Dalam praktek, untuk ber-NVIS Power Output sekitar 50 watt dianggap sudah cukup, malah untuk komunikasi taktis/tactical (yang meliput jarak dekat) perangkat alkom yang tersedia di pasaran (baik untuk keperluan militer maupun sipil seperti patroli hutan, eksplorasi di ladang- ladang minyak dan sejenisnya maupun untuk keperluan amatir) kebanyakan cukup dengan output 20 watt saja (misalnya transceiver militer –- terutama dalam bentuk manpack –- seperti AN/PRC-74, PRC 1099A, Barret 2040, Q- Mac HF90M, Codan 2110M (yang dipakai sebagai perangkat tactical standard di lingkungan NATO), versi manpack lama dari Racal, Thomson CSF, Harris dsb., sedangkan di lingkungan amatir dikenal Tentec Argonout V dan SGC 2020).

2. FREQUENCY: Untuk pemakaian di lingkungan militer, maritim, dinas pemerintahan maupun komersial dipakai rentang frekuensi 2 - 10 MHz. Biasanya dipakai 2 frekuensi: frekuensi tinggi untuk pemakaian di siang hari dan frekuensi rendah untuk malam hari, atau bila diperlukan komunikasi 24 jam PENUH maka diperlukan satu frekuensi tambahan sebagai frekuensi transisi Frekuensi persisnya ditentukan lewat prediksi MUF (Maximum Usable Frequency), yang selalu berubah sesuai dengan musim, siklus bintik/ noda matahari, time of the day serta berbagai fenomena alam lainnya.


Untuk lingkungan amatir, hanya ada 2 band yang berada pada rentang frekuensi 2 – 10 MHz tersebut, karenanya hanya tersedia pilihan di band 40m untuk siang hari 80m untuk malam hari. Sebenarnya ada band yang ideal sebagai band transisi (katakanlah di pagi hari, saat band 80m sudah mulai tertutup tetapi 40m belum sepenuhnya terbuka, atau kondisi sebaliknya di sore hari), yaitu band 60m/5 MHz.

Pada rig buat1an pabrik, baik dari khazanah YAECOMWOOD maupun dari pabrikan Amerika (seperti TenTec dan Elecraft) keluaran tahun-tahun terakhir, band 60m sudah ter-install pada produk mereka, walaupun pada beberapa merk masih tersedia sebagai opsi, yang baru dipasang jika diminta saja.

Sebagai anggota IARU (International Amateur Radio Union) Region III, di Indonesia band 60m MASIH BELUM BOLEH dipakai, walaupun atas dasar sharing (dengan dinas lain) sekalipun, sedangkan di beberapa negara di wilayah IARU Region I dan II dengan beberapa pertimbangan Regulator setempat sudah memberikan persetujuannya, walaupun sifatnya masih sangat terbatas (misalnya atas sharing basis, hanya dengan mode tertentu, hanya untuk eksperimen dan sebagainya).

Pengguna NVIS

Di samping untuk komunikasi taktis di lingkungan militer dan instansi pemerintah di tempat terpencil
(remote areas) dengan prasarana telekomunikasi yang terbatas, sekitar satu dasawarsa belakangan ini komunikasi HF/NVIS berkembang pesat sebagai penunjang bagi Komunikasi Darurat (KomDar) atau
EmComm/Emergency Communication, yaitu komunikasi di saat dan dari lokasi bencana.
Pelaku EmComm bisa berasal dari organisasi manapun, seperti di AS dicontohkan operator bisa dari Red Cross, Salvation Army, satuan-satuan militer dan tentunya amatir radio.

EmComm di Indonesia

Sesuai dengan kondisi geografis dan sistim pemerintahan di Indonesia, EmComm dipakai

untuk cakupan (coverage):
1. LOKAL – tingkat Kabupaten kebawah
2. REGIONAL – ke ibukota Propinsi
3. NASIONAL – ke Pusat*)
*) kadang-kadang saja, lebih bersifat untuk laporan ketimbang operasional dan koor- dinatip seperti pada butir 1 dan 2.

Dalam kondisi NORMAL, kebutuhan akan komunikasi REGULER di suatu daerah lazimnya dilayani oleh:
 Jaringan TELEPON PUBLIK/Telkom/PSTN
 GSM/CDMA dari beberapa providers
 Jaringan V/UHF (dengan Repeaters) berbagai instansi, termasuk dari ORARI
 Internet based: YM, Google Talk, Echolink, e/i- QSO, APRS
 TELEPON SATELIT (mis.: Byru, Inmarsat)
 VSAT (dari Telkom)

Namun dalam kondisi (terjadi) BENCANA, sering ditemui bahwa sebagian besar prasarana dasar komunikasi reguler tersebut lumpuh: badai, gempabumi, tsunami bisa merobohkan bukan saja menara BTS, tiang dan menara tegangan rendah dan tinggi listrik, sentral telepon, gedung pusat komunikasi, bahkan setasiun bumi atau tiang dan antena parabola dari sistim komunikasi satelit --- dan seperti yang di alami di belahan bumi manapun, dalam keadaan seperti ini maka komunikasi berbasis HF akan kembali menjadi andalan (badai Katrina di Haiti, gempa bumi di Iran, di Cina, dan beberapa kali belakangan ini badai di Filipina).

Dalam berbagai kasus bencana, bantuan darurat misalnya bahan makanan, pakaian, obat-obatan atau lojistik lainnya, tenaga medis dan para medis, para relawan dari berbagai LSM, TAGANA, Basarnas/Basarda dan sebagainya biasanya begitu datang akan terkonsentrasi di ibu kota Kabupaten saja. Dari ibukota Kabupaten ke lokasi bencana jaraknya masih bisa bervariasi dalam hitungan puluhan sampai ratusan kilometer …. dan di sinilah -- dalam kondisi lumpuh atau belum pulihnya sarana komunikasi regular – komunikasi HF/NVIS bisa berperan sebagai ALTERNATIP penyedia layanan komunikasi, terutama di bidang koordinasi dan penyaluran lojistik (komunikasi taktis/tactical communication).

Kenapa harus NVIS?
Seperti disebut di awal tulisan ini, dalam keadaan darurat, berbagai kelebihan HF/NVIS yang bisa menjadikannya sebagai pilihan: INDEPENDEN, kemudahan operasionil, kelebihan tehnis yang meliputi a.l. tidak adanya SKIP-zone, relatip lebih bebas fading/QSB – QRN – QRM, S/N (signal-to-
noise) ratio yang lebih baik (yang memungkinkan dipakainya Perangkat alkom/XCVR dengan Power
kecil, yang berarti penghematan enerji), yang semuanya bermuara ke investasi awal (kalau memang belum tersedia sebelumnya) yang lebih murah.


KONFIGURASI HF/NVIS SET-UP Persyaratan:

Merujuk kepada sifat (nature) dari bencana yang dihadapi (misalnya gempabumi, tsunami – akibat gempabumi yang terjadi di laut, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin topan, banjir dsb.), maka prasarana bagi EmComm harus bisa memenuhi persyaratan berikut:

 Ringan, kompak ( = mudah diangkat dan dipindah/easily movable & transportable)
 Praktis ( = mudah instalasi dan operasinya)
 Handal (reliable)
 Dapat dioperasikan 24 jam
 Hemat Enerji



I- TRANSCEIVER

Design criteria bagi sebuah XCVR untuk aplikasi EmComm. :
• Compact/ringkas (TIDAK harus “backpack” style)
• SSB/CW (dijikom optional)
• Multiband: 40, 20, 15, 10m (+ 60m)
• Low Power: 20 watt max. (to conserve energy)
• Technologically SIMPLE: locally developed and assembled (untuk memudahkan maintenance dan
trouble shooting/repair kalau ada masalah di lapangan).
[Bit.X based, Blekok series, HomebrewPartner, GARUT, Emprit/EMBIZAL series dll.)


Dari awal harus diantisipasi kemungkinan terjadinya power breakdown di lapangan, sehingga disamping Catu daya (Power Supply), sebaiknya disiapkan juga

Genset kapasitas 500-750 VA, atau untuk mengan- tisipasi kesulitan BBM di lokasi bencana idealnya dipikirkan pengadaan Solar Panel @ 250-450 watt, yang dilengkapi terminal untuk meng-charge sediaan batere kering/aki (MF Type) setidaknya 2 bh @ 50Ah.



II- ANTENNA TUNING UNIT/ATU: untuk mengan- tisipasi kalau antena yang dibawa rusak atau tidak dapat dipakai, atau kalau karena satu dan lain hal harus membuat antena dari bahan seadanya di lapangan; atau kabel coax tertinggal, jatuh, rusak atau hilang.

Siapkan ATU yang mempunyai keluaran balance dan unbalance seperti Z-match Tuner yang bisa dibuat sendiri (homebrewed) menuruti skema berikut ini.



Bagi yang ingin mendapatkan artikel tentang Z-Matcher ini – termasuk cara merakitnya – silahkan mengirim imil pendek dengan Subject: Z-matcher kepada unclebam@gmail.com


III – SISTIM ANTENA, yang terdiri dari:

1. Antena untuk pancaran NVIS
2. Saltran (saluran transmisi/Transmission Line
3. Tiang atau Mast

III.1 - Antena untuk pancaran NVIS
Antena untuk dibawa ke lapangan harus memenuhi persyaratan:
• Polarisasi HORIZONTAL
• Sudut elevasi TINGGI
Antena NVIS yang paling sederhana adalah sebuah (atau dua buah untuk mengcover 2 band) DIPOLE 1/2λ biasa (atau Inverted Vee) yang dinaikkan dengan feedpoint pada ketinggian 0.2 – 0.1λ.
Untuk mengurangi ground losses serta pengaruh dari pancaran ground wave maka kalau bisa (kondisi lapangan memungkinkan) bentangkan sebuah Reflektor sepanjang 1.05x panjang elemen yang dipasang 0.15λ di bawah bentangan antenna.

III.2 – SALTRAN (saluran transmisi)
 Kabel coax 50 ohm (dari Type RG-58 dan variantnya)
 Balanced feeder: buatan pabrik, misalnya 300 ohm Super Low Loss TV TwinLead type 15-1175 dari Radio Shack, atau 450 ohm window-type Ladder line dari berbagai suppliers, atau buatan sendiri.

III.3 – TIANG/MAST
Seyogyanya yang terbuat dari material NON conductive, seperti bambu (yang di-treat untuk bisa water & weather proof), Fibreglass pole dan sejenisnya. 
Karena tidak perlu terlalu tinggi (cukup 4-5 mtr untuk band 40m) bisa dibuat sendiri dan disiapkan di base jauh-jauh hari sebelum harus berangkat ke lapangan, misalnya dari pipa PVC (yang juga harus 
di-treat untuk bisa water & weather proof) dalam bentuk teleskopis dengan ukuran 1 - 1,5 mtr per 
section supaya mudah dibawa-bawa.


Paradigma baru

Dengan merebaknya aplikasi konsep NVIS dimana-mana sejak dua dasa warsa belakangan ini, rasanya paradigma lama yang menganggap band HF hanya cocok untuk komunikasi jarak jauh CARA LAMA (pra era komunikasi satelit, dimana HF memang satu- satunya moda komunikasi jarak jauh) sudah sepantasnya dikaji kembali.

Adagium yang menyebutkan:


Go HF to work DX

ke depan tentunya bisa dimaknai lebih luas setelah mengkaji kelebihan komunikasi di band HF di saat terjadinya kelumpuhan (failure) pada jaringan komunikasi reguler lainnya seperti disebutkan di bagian awal tulisan ini, sehingga bisa diteriakkan dan digalakkan adagium baru:

Go HF/NVIS,

if ELSE fails !!!


What next?

Aplikasi HF/NVIS sebagai ALTERNATIVE, back-up bahkan back-bone/tulang punggung EmComm di Indonesia masih perlu lebih disosialisasikan, baik di lingkungan amatir radio atau penyelenggara, 
penggiat dan pelaku EmComm lainnya, misalnya di lingkungan TAGANA/Taruna Siaga Bencana yang dikembangkan Departemen Sosial, unit-unit SAR yang dikembangkan kelompok-kelompok LSM atau kelompok relawan, pecinta alam, penjaga/ polisi hutan, Pemda dengan areal rawan bencana dan sebagainya.

Ke depan, untuk meningkatkan ke-akurasi-an penyampaian berita – terutama yang menyangkut angka, data dalam bentuk Tabel dan sebagainya -- penggunaan moda lain selain moda voice (phone)
juga seharusnya sudah harus dijajagi.

Moda dijital era 80-90an seperti PSK-31, RTTY dan semacamnya rasanya tidak dapat memenuhi tuntutan akan kecepatan, sehingga amatir radio di luar sana (terutama di AS dan Jepang) sejak 2-3 tahun belakangan mulai menjajagi penggunaan perangkat lunak berbasis sound card (PC-to-XCVR) interface, seperti WL2K (WinLink 2000), yang dapat menyajikan tampilan berformat e-mail biasa, TANPA harus ada koneksi ke Internet.■

Rujukan:
+ Literatur ex ARRL dan situs Norm Fusaro W3IZ; Pat Lambert W0IPL, Dr. Carl O. Jelinek N6VNG, Bob Hejl W2IK, Patricia Gibbons WA6UBE, H Hamilton K5VR
+ Kliping majalah Army Communicator (untuk artikel dari Lt Col David M. Fiedler)
+ US Army Signal Corps. – NVIS Field Manual 24-18

Transmisi HF/NVIS
untuk cakupan jarak dekat dan sedang di band HF
by YB1KO Bam


Friday, April 24, 2015

ASIAN-AFRICAN CONFERENCE AWARD (AAC AWARD)

http://www.dxawards.com/inet2015.htm#AAC
INDONESIA 

ASIAN-AFRICAN CONFERENCE AWARD (AAC AWARD)


The first large-scale Asian–African or Afro–Asian Conference—also known as the Bandung Conference — was a meeting of Asian and African states, most of which were newly independent, which took place on April 18–24, 1955 in Bandung, Indonesia. The twenty-five countries that participated at the Bandung Conference represented nearly one-quarter of the Earth's land surface and a total population of 1.5 billion people. The conference was organised by Indonesia, Burma, Pakistan, Ceylon (Sri Lanka), and India and was coordinated by Ruslan Abdulgani, secretary general of the Indonesian Ministry of Foreign Affairs. (Tks WIKIPEDIA)


This award recognizes the 60th anniversary of the first Asian-African Conference which was held in 1955. The award can be claimed by any worldwide Amateur Radio Station with a valid, active license. Participants should contact Amateur Radio Station froms from the 28 countries that are participating in the Asian-African Conference in 1955. The award will be available for contacts with at least 15 of the 28 countries, one of which must include a QSO with an Indonesian Amateur Radio Station.

The List of participating countries of Asia Africa Conference 1955:


1. AFGHANISTAN T6
2. CAMBODIA XU
3. CHINA B
4. EGYPT SU
5. ETHIOPIA ET
6. GHANA 9G
7. INDIA VU
8. INDONESIA YB
9. IRAN EP
10. IRAQ YI
11. JAPAN JA
12. JORDAN JY
13. LAOS XW
14. LEBANON OD 
15. LIBERIA EL
16. LIBYA 5A
17. MYANMAR XZ
18. NEPAL 9N
19. PAKISTAN AP
20. PHILIPPINES DU
21. SAUDI ARABIA HZ
22. SRI LANKA 4S
23. SUDAN ST
24. SYRIA YK
25. THAILAND HS
26. TURKEY TA
27. VIETNAM XV
28. YEMEN 7O


Any participants who make QSOs with stations from more than 15 of the listed countries are eligible for a special endorsement sticker on the award.

The award Fee of USD$10 for each award should be made through PAYPAL (account ye60aa@yahoo.com on behalf ASIAN AFRICAN CONFERENCE AWARD.

Applications should be made to:
Or PO.Box 1090 Bandung 40010 Indonesia

The log sheet must be completed with an extract from your log showing all QSO data of the participating radio amateur member, as mentioned in the valid amateur radio license.

The award may be specially endorsed to show any one band or mode was used to make all of the contacts needed for the award. Participants may claim more than one award. In this case, an individual log sheet must be submitted for each claimed category. If multiple awards are requested, each QSO may be used to claim only one category (NO DUPLICATE !)

Since some countries have more than one prefix in the call sign, all valid prefixes are applicable for claiming the AAC Award (Example: Indonesia : YB/YE, YC/YF, YD/YG, YH).
The bands used for claiming this award include 10, 12, 15, 17, 20, 40 and 80 meters. Digital modes will be carried out using RTTY, PSK, or JT-65.
An EXCEL log sheet form is provided. Applications can also be self-made. The information should include data of the station, operator, and completed QSOs.


Tks Budi YF1AR 4/23/15




Friday, April 17, 2015

YE60AA, ASIAN AFRICAN CONFERENCE COMMEMORATION SPECIAL CALL

http://www.qrz.com/db/ye60aa

YE60AA

ASIAN AFRICAN CONFERENCE COMMEMORATION SPECIAL CALL
QRV : 0000Z April 18, 2015 to 2359Z April 19, 2015
QSL : PO. Box 1090 Bandung 40010
Indonesia

QSL: YB1LZ






(The first large-scale Asian–African or Afro–Asian Conference—also known as the Bandung Conference—was a meeting of Asian and African Nations, most of which were newly independent, which took place on April 18–24, 1955 in Bandung, Indonesia. The twenty-five countries that participated at the Bandung Conference represented nearly one-quarter of the Earth's land surface and a total population of 1.5 billion people.[1] The conference was organized by Indonesia, Burma, Pakistan, Ceylon (Sri Lanka), andIndia and was coordinated by Ruslan Abdulgani, secretary general of the Indonesian Ministry of Foreign Affairs.

The conference's Nations aims were to promote Afro-Asian economic and cultural cooperation and to oppose colonialism orneocolonialism by any nation. The conference was an important step towards the Non-Aligned Movement.



Merdeka Building, used as the venue for the Asian-African Conference in 1955

The aim of the conference :
Participate in any activity of 60th Asian-African Conference Commemoration 2015 conducted by the Government of Republic of Indonesia and the Province of West Java, and support to promoting the Heritage of Bandung City as well as West Java tourism objects in general through Amateur Radio communication. The final part is delivery all QSL cards to Amateur Radio Friends whom successfully made a QSO with YE6ØAA Station on the schedule.

To commemorate Asian-African Conference 1955 as one of the greatest moment for the Nation of Indonesia, which was initiated by our first President, Ir.Soekarno, who was propose the Asian-African Conference 1955 held in Bandung, West Java, Indonesia. He was later popular as a founder of well-known Movement of Non-Aligned by Nations to match Allies World Domination at that time.

The 60th Asian-African Conference Commemoration 2015 is truly a priviledge event to do any activity for remembering and celebrating the Anniversary of Asian-African Conference. Therefore, ORARI West Java inviting all amateur radio friends from all over the world to participate in the "Special Call" during Asian-African Conference on 18-19th April 2015.

Outlay QSL Card



Inlay QSL Card


Donations and Sponsorships for YE6ÿAA would be appreciated, which give you the opportunity to place your company / institution logo inside the YE60AA QSL card. Further information for this matter can be obtained by email request to ye60aa@yahoo.com

YE60AA license issued by the Government of Indonesia




In commemorate of 60 years of Asian-African Conference, a Special Event Station will be organized by the ORARI of West Java, with following details :
Callsign of the Station : YE6ØAA
QRV : starting from 00.00Z April 18, 2015 until 23.59Z April 19, 2015
Mode : Phone - RTTY - CW
Band : all bands are permitted by the Indonesian government
Operator : Member of ORARI West Java (ORARI Daerah Jawa Barat / Call Area 1) and Guest Operator from other Call Area member (being prepared).
QTH : Merdeka Building, Bandung, West Java Indonesia.
QSL Info : PO. Box 1090 Bandung 40010 Indonesia


Variety of ways to confirm YE60AA QSL Card are going to provided. some details in concern are :
Please send your QSL Card with SASE to our PO Box, we will reply directly as soon as possible
We will upload our QSOs to qrz.com, HRDLog, Clublog, eqsl.cc, and LOTW
We will replay your QSL card via bureau, in case of any Cards received via bureau
We accept OQRS by paypal (account ye60aa@yahoo.com on behalf ASIAN AFRICAN CONFERENCE AWARD



Donation for this event would be highly appreciated, please click on the button below via paypal.com





supported by







sponsored by




ASIAN-AFRICAN CONFERENCE AWARD (AAC AWARD)

In addition to the activities mentioned above, we will issue an award which is called the ASIAN-AFRICAN CONFERENCE AWARD (AAC Award) with the following rules:



The award can be claimed by Worldwide Amateur Radio Station with a valid, active license.

Participants should engage communication with Amateur Radio Station from 28 countries that are participated in the Asian-African Conference in 1955. The communication should at least take place with 15 of the 28, one of which must include a QSO with an Indonesian Amateur Radio Station.

The List of participating countries of Asia Africa Conference 1955​

1. AFGHANISTAN T6
2. CAMBODIA XU
3. CHINA B
4. EGYPT SU
5. ETHIOPIA ET
6. GHANA 9G
7. INDIA VU
8. INDONESIA YB
9. IRAN EP
10. IRAQ YI
11. JAPAN JA
12. JORDAN JY
13. LAOS XW
14. LEBANON OD
15. LIBERIA EL
16. LIBYA 5A
17. MYANMAR XZ
18. NEPAL 9N
19. PAKISTAN AP
20. PHILIPPINES DU
21. SAUDI ARABIA HZ
22. SRI LANKA 4S
23. SUDAN ST
24. SYRIA YK
25. THAILAND HS
26. TURKEY TA
27. VIETNAM XV
28. YEMEN 7O


Any participants with QSOs with stations from more than 15 countries are eligible for endorsemen sticker on the award.

The log sheet of the QSOs should be sent starting from January 1st - December 31st 2015 without attaching any QSL cards.

Award Fee of USD$ 10 per Award will be sent through paypal (account ye60aa@yahoo.com on behalf ASIAN AFRICAN CONFERENCE AWARD.

The Log Sheet should be sent to :
Email: ye60aa@yahoo.com
PO.Box 1090 Bandung 40010 Indonesia

The log sheet must be completed with data of the participating radio amateur member, as mentioned in the valid amateur radio license.

Participants may claim more than one award from the category available, Individual log sheet must be made for each claimed category.

Claims for award can be made in several categories as follows.

All Band All Mode
All Band CW
All Band Digital
All Band Phone
10 Meter All Mode
10 Meter CW
10 Meter Digital
10 Meter Phone
15 Meter All Mode
15 Meter CW
15 Meter Digital
15 Meter Phone
20 Meter All Mode
20 Meter CW
20 Meter Digital
20 Meter Phone
40 Meter All Mode
40 Meter CW
40 Meter Digital
40 Meter Phone
80 Meter All Mode
80 Meter CW
80 Meter Digital
80 Meter Phone
160 Meter All Mode
160 Meter CW
160 Meter Digital
160 Meter Phone

Each QSO data will be used to claim only one category (NO DUPLICATE !)

As some countries have more than one prefix in the callsign, all valid prefix are applicable for claiming the AAC Award (i.e. Indonesia : YB/YE, YC/YF, YD/YG, YH).

The bands used for claiming this award are 10, 12, 15, 17, 20, 40 and 80 meters. Digital mode will be carried out using RTTY, PSK, or JT-65.

The log sheet form is provided. It can also be self-made. The information should include data of the station, operator, and completed QSOs, download_logsheet.

Submission expiry date for claiming the award is prior to April, 30th 2016.

For further information please drop your email to ye60aa@yahoo.com


HAPPY AAC AWARD HUNTING … !




a board of ORARI West Java


EXECUTIVE COMMITTEE
Chairman : YB1BML
Vice Chairman : YC1CPG
Chief Organizer : YB1HR
QSL Manager : YB1LZ
Secretary : YD1BJJ
Secretary Deputy: YC1GXC
Treasurer : YD1IIO
Treasurer Deputy : YC1POS
Licensing : YC1BWE, YB1CJG
Engineering Coordinators : YB1ALL, YB1LUE, YB1HK
Accomodation & Transportation : YC1PRT, YC1FIK, YD1GEA, YD1IZI
Logging Application : YC1DML
Publication : YC1JEL, YE1GD, YC1IT
Operator Coordinator : YB1KIZ
Operator : (being prepared)

Those who wish to join as operators for YE60AA should contact YB1K1Z or send your
email to ye60aa@yahoo.com

Logos and brands above are the property of the respective officials

http://www.qrz.com/db/ye60aa