W5DXP Multiband Antenna
80/40m (dan band-band lain) dengan Tuned feeders, dan NYARIS tidak perlu ATU. No antenna pruning required. My transmission line really does tune my antenna system [Cecil W5DXP]
YBØKO Bam
Buat rata-rata amatir radio negeri ini, antena HF per- tama yang kebayang mau dinaikin tentunya yang bisa dipakai untuk main di 80m. Baru kemudian akan ter- pikir band lain, misalnya 40 (dan 15) m.
Untuk segmen hi-band HF (20, 17, 12 dan 10m) biasanya dari awal sudah terpikir “gimana caranya” untuk bisa membuat antena monoband di band-band tersebut — syukur-syukur kalau yang berupa gain an- tenna (antena yang punya atau menghasilkan gain), malah kalau bisa dari jenis antena pengarah (directive) yang bisa diputar-putar (rotatable) itu.
Era plastik sekarang ini juga memberikan kemudahan (dan kemurahan) untuk merancang dan membuat sendiri hi-band HF Antennas, karena banyak rancangan antena yang memungkinkan disubstitusinya pipa/ tubing (biasanya aluminum) dengan joran pancing dari bahan fibre glass yang jauh lebih ringan (di bobot dan di harga ;).
Merunuti pola pikir dan sikon seperti itu, sepanjang tulisan ini sebutan antena Multiband akan mengacu ke rancangan yang bekerja di low-band HF (terutama di 80 dan 40m) dan dibuat dari kawat/kabel (wire anten- nas), walaupun kalau tidak disebut secara khusus, hampir semua antena Multiband HF memang bisa di- pakai untuk bekerja dari 80 s/d 10m.
The Classic Design
Di semua literatur tentang antena buat amatir, yang pertama disebut-sebut sebagai Multiband Antenna adalah the classic 135 ft Doublet.
Rancangan antena ini kurang lebih sama umurnya de- ngan hobbi radio amatir itu sendiri, sehingga seperti- nya sudah ‘nggak pernah keinget dan disebut-sebut lagi siapa (nama atau call sign) penemunya.
Sebutan Doublet mengacu pada bentangan 2 utas kawat sama panjang dengan feed point di tengah-tengah, yang dipotong mendekati ukuran 1/2λ dari band yang terrendah. Sejak awal sebuah Doublet TIDAK direnca- nakan untuk resonan di frekuensi tertentu pada band amatir tertentu.
Sesuai namanya, Multiband Klasik ini bentangan horizontal (flat top) dibuat sepanjang 135 feet (41,15 mtr, yang “mendekati” ukuran 1/2λ pada 80m), dan sesuai zamannya (di era pra-coax) diumpan dengan balanced feeder berupa open-wire line. Pada era itu tidak ada yang peduli dengan mismatch (ke-tidak laras-an) antara output impedance dari rangkaian akhir TX dan feed point impedance dari antena — atau impedansi dari saltran/saluran transmisinya — karena pemancar (dan penerima) di era itu masih menggunakan tabung (tube/valve) dengan rangkaian akhir (untuk keluaran/ output) berupa kekalang Phi (phi-section), atau induc- tive/link coupling yang mudah disetel untuk menye- suaikan dan membuat laras (matched) berbagai im- pedansi yang berbeda .
Era kabel coax.
Dengan memasyarakat dan terbelinya kabel coax, pe- lan tapi pasti kepopuleran berjenis open wire balanced line sebagai saltran mulai tergeser, apalagi kemudian tercapai kesepakatan di lingkungan industri untuk membakukan terminal input dan output pada perang- kat radio (pemancar maupun penerima beserta akses- orisnya) dengan bakuan 50 ohm unbalanced yang ber- laku dimana-mana - - sampai sekarang.
Untuk dapat tetap menggunakan rancangan antena yang aslinya memang menggunakan balanced open wire sebagai saltran, ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan:
1. menggunakan Balun dengan ratio [n] : 50, dimana [n] adalah feedpoint impedance dari antena.
2. Menggunakan rangkaian fixed impedance trans- former (seperti pada antena folded dan three-wire dipole)
3. Menggunakan ATU (Antenna Tuning Unit) yang dilengkapi fitur keluaran balance.
4. Tetap menggunakan balanced open wire sebagai saltran, tapi saltran tersebut ditala [= tuned feeder] untuk resonan dengan frekuensi kerja antena.
Pilihan ke 4 itulah yang diikuti Cecil A. Moore W5DXP dengan rancangan Multiband antenna yang diwedar di halaman berikut ...
Di majalah WorldRadio edisi Maret 2007 Cecil W5DXP ngawedar tentang rancangan yang disebutnya The Half - Extended Double Zepp (HEDZ) Antenna: A dual bander for 80/40m.
Catatan: ,Antena Zepp = end-fed 1/2λ antenna; Dou- ble Zepp (DZ) = 1λ center-fed dipole (= 2x Zepp); Extended Zepp (EZ) = end-fed 5/8λ antenna; Ex- tended Double Zepp (EDZ) = 5/4λ center-fed dipole (= 2x EZ); jadi Half EDZ adalah = CENTER-FED EZ, yang diumpan lewat tuned balanced feeder line, BUKAN coax. Di samping murni berfungsi sebagai saltran, balanced feeder ini juga berfungsi sebagai penyelaras impedansi dari impedansi tinggi di feed- point ke 50 ohm di sisi TX.
Cecil mengambil 7.150 MHz sebagai design frequency untuk HEDZ-nya, sehingga terpulang kepada rekans yang berminat mencontek untuk melakukan adjust- ment seperlunya kalau menghendaki design frequency lain. Cara yang lebih mudah adalah mengikuti ukuran- ukuran yang diberikan Cecil kemudian di-optimize de- ngan bantuan pogram Antenna Simulator/Modelling seperti MANNA, EZNEC dsb. untuk mendapatkan ukuran yang paling pas dengan sikon setempat.
Kompromi membawa “nikmat”
Di 7.150 MHz, sebuah Double Zepp dengan sayap- sayap sepanjang 130 ft/39.62 mtr dengan 450 ohm ladder-line sepanjang 92 ft/28 mtr akan membuahkan Gain sebesar 1.5 dBd, tetapi di 80m frekuensi reso- nannya jatuh di 4.065 MHz (terlalu tinggi dan di luar band)
5/4λ EDZ dengan sayap-sayap sepanjang 166 ft/50.60mtr dengan 85.5 ft/26 mtr ladder-line.akan memberikan Gain sebesar 3 dBd, tetapi di 80m fre- kuensi resonannya jatuh di 3.65 MHz, yang jadinya agak kerendahan bagi mereka yang main-nya cuma di mode phone/SSB doang ;)
NAAAAH, bukan DZ, bukan pula EDZ - ambil aja ukuran “kompromistis” antara 40 dan 50 mtr = 45 mtr seba- gai ukuran HEDZ untuk 7.150 MHz.
Dengan ukuran ini diharapkan di 80m frekuensi resonan bisa jatuh di 3.850 MHz., dengan cakupan “tolerable” VSWR sekitar 100 KHz up dan down.
Tuning & Adjustment
Yang paling awal harus diingat (dan dikerjakan) adalah menyelakan (inserting) sebuah Choke Balun 1:1 pada titik sambung ujung bawah ladder line dengan RG-58 coax yang ke TX.
Pasangkan ladder line ke feed-point, kemudian naik- kan HEDZ sampai feed-point berada di ketinggian maksimal yang bisa di”capai” tiang/mast yang ada (Cecil menggunakan ketinggian h = 40 ft/12.30 mtr dalam melakukan simulasi/modellingnya)
Check SWR di 7.15 MHz, dan lakukan trimming dan pruning (potong dan potong lagi, sejengkal demi se- jengkal) seperlunya pada ladder line sampai didapat- kan penunjukan SWR terrendah, syukur-syukur kalau bisa 1:1, atau paling tidak 1:2 yang merupakan batas “merah” yang bakal tolerable di rig modern sekarang.
Check frekuensi resonan di 80m, yang seharusnya ketemu di 3.850 Mhz. Kalau tidak, trik untuk menu- runkan frekuensi adalah dengan memperpanjang ukuran elemen dan PADA SAAT YANG SAMA memper- pendek ukuran ladder ine.
Untuk menaikkan frekuensi lakukan langkah seba- liknya: perpendek ukuran elemen dan perpanjang ukuran ladder line.
[Pada simulasi dengan EZNEC di W5DXP didapati
“kombinasi “ seperti berikut:
L dipole L feeder 40m 80m
135 ft/41 mtr 92 ft/28 mtr 7.150 3.990
145 ft/44 mtr 90 ft/27 mtr 7.150 3.850
155 ft /47 mtr 88 ft /26+mtr 7.150 3.740
165 ft /50 mtr 86 ft /26 mtr 7.150 3.660
Trend-nya jelas: adjustment 10 ft pada ukuran dipole akan menggeser frekuensi sebesar 100 KHz di 80m, dengan TETAP mempertahankan frekuensi dasar yang 7.150 MHz di 40m.]
Di 80m pola radiasi antena ini tidak akan jauh berbeda dengan radiasi 1/2λ Dipole biasa; di 40m mendekati pola radiasi EDZ (lihat gambar di bawah); dan sebagai “bonus”, di hi-band 17 & 15m didapatkan pola radiasi multi lobes “clover leaf” dengan Gain > 10 dBi dan take off angle 160 (yang cukup rendah buat ‘nge-DX).
BTW, semua ukuran, perolehan Gain, sudut pancar dsb. yang ditela di atas adalah hasil peng-kondisi-an ideal dari bermacam parameters dan variables (dengan simulasi komputer) plus materi kelas 1 bikin- an pabrik (mis. 450 ohm ladder line, kawat antena), yang diharapkan (atau TENTU dan SEHARUSNYA) men- jadi tantangan bagi pem-biksen/homebrewers anak negeri untuk menjajalnya sendiri dengan bahan-bahan seadanya yang dipungut (atau didaur ulang) dari sekitar.
So, ENJOY homebrewing (& experimenting with) your own antenna !!!
73, [Ed.]
YBØKO Bam
No comments:
Post a Comment