mprojAkhirnya saya harus menuliskan bagian akhir dari tulisan berseri ini. Dari sejak selesai saya tulis Bagian 3, sudah ada banyak perkembangan tentang apa yang saya lakukan tentang Radio Malabar. Yang terpenting dari semuanya adalah, saya sudah membuat sebuah blog baru yang isinya khusus tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan radio bersejarah ini. Tempatnya adalah di http://radiomalabar.wordpress.com/ Harap maklum, isinya saya tulis 100 % dalam bahasa Inggris karena memang saya ingin menjangkau audience yang lebih luas. Sejauh ini sudah ada 17 entri tulisan.
Tidak hanya blog. Kalau diperhatikan di salah satu halaman blog itu, ada foto saya selesai makan siang dengan Pak Djaka Rubianto, mantan kepala bagian teknik stasiun Radio Rancaekek, yang ketika itu berperan sebagai stasiun penerima dari apa yang dikirimkan oleh Radio Malabar. Kemudian Pak Her Suganda, wartawan senior Harian Kompas yang juga pemerhati masalah sejarah Bandung dan sekitarnya, juga pernah menulis buku yang salah satu bagiannya adalah tentang Radio Malabar. Singkat cerita, ternyata sebelum ini pernah diadakan sebuah diskusi terbatas tentang Radio Malabar yang dihadiri oleh para mantan pejabat PT. Telkom. Ketika itu Pak Djaka hadir dan menuliskan laporannya di blognya. Dari blog itulah saya kenal Pak Djaka, dan akhirnya kopi darat. Dari kopi darat itulah saya baru tahu ternyata keberadaan Radio Malabar punya kaitan historis dengan PT. Telkom.
Lebih dari itu. Dari pertemuan yang bersamaan dengan makan siang itu tercetus pula gagasan untuk melakukan sesuatu ketika Radio Malabar tahun 2013 nanti berusia 90 tahun. Persisnya adalah tanggal 05 Mei 2013. OK, penentuan tanggal itu barangkali tidak sepenuhnya ideal. Kalau tanggal itu yang diambil, berarti awalnya adalah pada 05 Mei 1923, ketika Radio Malabar diresmikan oleh Dirk Fork. Padahal, awal pembangunan pemancar radio ini sudah dimulai tahun 1917. Pertimbangannya adalah, karena pada tanggal itu (pernah) ada momentum. Itu saja.
Kalau 90 tahun itu diperingati, apa signifikansinya ? Ini pertanyaan pentingnya. Tapi penting juga untuk dipertanyakan pula, penting untuk siapa ? Dengan tidak berusaha menjawab pertanyaan yang kedua, saya akan menuliskan sejumlah kemungkinan mengapa itu penting, atau sekurang-kurangnya, bisa punya makna :
  1. Melengkapi catatan sejarah perkembangan radio dunia Seperti yang saya tulis di blog Radio Malabar itu, sejarah perkembangan radio ternyata banyak melewatkan apa yang ada di kawasan Gunung Puntang (lokasi Radio Malabar). Padahal yang terjadi dulu merupakan upaya awal komunikasi yang melintasi benua, dan dilibatkan penggunaan perangkat dan kelengkapan yang gigantik. Sangat layak untuk dicatat dalam sejarah dunia,
  2. Awal mula kegiatan Amatir Radio di Indonesia
    Tidak dapat dipungkiri, kegiatan amatir radio di Indonesia diawali oleh kegiatan amatir radio yang dilakukan oleh orang-orang Belanda di Indonesia. Seperti yang saya tulis pada bagian ke 3, besar kemungkinan Johannes Cornellius de Groot adalah orang pertama yang menunjukkan aktifitas itu untuk pertama kalinya. Dengan tidak melihat siapa Belanda, siapa Indonesia, … saya ingin menekankan bahwa fenomena keamatirradioan itu dimulai ketika ia sebagai pribadi melakukan eksperimen radio.
    Sebagai sebuah organisasi, bukankah penting untuk mencatat awal dari adanya fenomena yang menjadi ciri khas organisasi itu di negara ini ? Sekali lagi, dengan tanpa melihat siapa Belanda (yang ketika itu adalah penjajah) dan siapa Indonesia (yang ingin memerdekakan diri dari penjajah).
  3. Sebuah titik ujung sejarah dari keberadaan PT. Telkom di Indonesia
    Saya sendiri masih kurang jelas persisnya seperti apa. Tapi saya yakin sekali Pak Djaka Rubianto bisa menjelaskan ini. Sekilas saya mendengar berkaitan dengan lembaga yang disingkat PTT. Barangkali akan saya uraikan kelak di blog Radio Malabar.
    Saya bilang “titik ujung sejarah” karena saya tidak bisa membayangkan sebelum Radio Malabar ada apa lagi yang mungkin berkaitan dengan PT. Telkom. Saya sekarang ini malah jadi penasaran, apakah ada buku yang menguraikan sejarah PT. Telkom ? Dan apakah di dalamnya ada tentang Radio Malabar ?
  4. Momentum revitalisasi kawasan yang dimiliki PT. Perhutani sebagai obyek wisata Dengan cara apa khalayak secara luas bisa memiliki apresiasi tentang sejarah Radio Malabar ? Saya yakin salah satunya adalah dengan lebih mempertegas keberadaannya sebagai objek wisata. OK, sekarang ini memang sudah menjadi objek wisata, tapi seberapa optimalkah kawasan itu dieksplorasi sebagai objek wisata ? Terutama bila dikaitkan dengan sejarahnya ? Ada beberapa gagasan tentang ini dan itu akan dicoba diwujudkan melalui peringatan 90 tahun itu.
  5. Peluang pemberdayaan masyarakat sebagai komunitas pendukung situs
    Tidak ada sebuah objek wisata yang akan sustainable tanpa adanya pengelolaan terhadap masyarakat sekitar (community relations). Masyarakat sekitar kawasan Gunung Puntang harus diberdayaan sebagai sub-sistem yang akan menyangga keseluruhan ekosistem kepariwisataan di Gunung Puntang, yang point of interest-nya sebenarnya bukan hanya Radio Malabar saja. Ini juga sudah menjadi bagian pemikiran dalam rangka peringatan 90 tahun itu.
Sekurang-kurangnya ada lima hal itu, dan kelimanya akan saya uraiakan lebih lanjut tidak di sini, tapi di blog Radio Malabar.
Selain bertemu dengan pak Djaka dan Pak Her Suganda, saya juga dikenalkan via email (hmmm, saya lupa lagi persisnya gimana) ke seorang Jerman yang sudah menjadi warga negara Indonesia (karena menikah dengan orang Indonesia). Dia adalah (ternyata!) yang membuat kata-kata untuk plang Radio Malabar yang saya coba transkripsikan di bagian 2 seri tulisan ini. Namanya adalah Gamal Sugiono. Sekarang ia masih ada di Jerman, dan berencana untuk tinggal di Jogja mulai Agustus 2012. Ia ternyata punya minat yang besar juga untuk Radio Malabar. Saya sudah berkali-kali berkorespondensi via email. Beliau ini banyak mengkritik tulisan saya, … tapi kritiknya belum sempat saya masukkan ke tulisan. Barangkali nanti saya akan menuliskannya di bagian komentar saja.
Ada banyak detil lain sebenarnya. Tapi di blog ini akan saya cukupkan sekian. Saya akan teruskan lagi di blog Radio Malabar: www.radiomalabar.wordpress.com. Silahkan anda memberi komentar di sana. Dalam bahasa Indonesia pun tidak apa-apa. Terima kasih untuk perhatiannya sejauh ini.

http://tomita.web.id/sesuatu-dari-puing-radio-malabar-bagian-4-akhir/